Kewarganegaraan Republik Indonesia Dalam Regulasi
Kewarganegaraan Republik Indonesia Dalam Regulasi
Oleh : Zulpikar Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang
Tangerang- Hukum kewarganegaraan adalah hukum di setiap negara dan di setiap yurisdiksi dalam masing-masing negara yang mendefinisikan hak dan kewajiban warga negara dalam yurisdiksi dan cara di mana kewarganegaraan diperoleh serta bagaimana kewarganegaraan mungkin akan hilang. Seseorang yang bukan warga negara umumnya dianggap sebagai orang asing. Menurut kebiasaan internasional, setiap negara yang berdaulat memiliki hak untuk menentukan siapa yang akan diakui sebagai seorang warga negara dan bangsa. Klasifikasi tersebut dapat dilakukan oleh adat, hukum wajib, atau kasus hukum (preseden), atau beberapa kombinasi. Dalam beberapa kasus, penentuan dapat diatur oleh hukum internasional umum-misalnya, oleh perjanjian dan Konvensi Eropa tentang Kewarganegaraan. Reza Zaki (Agustus 2016) Utopia Hukum Kewarganegaraan pada business-law.binus.ac.id : Menurut Undang-undang No 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan disebutkan bahwa cara memperoleh kewargangeraan bisa dengan beberapa mekanisme yakni karena : kelahiran, pengangkatan, dikabulkan permohonannya, pewarganegaraan, akibat perkawinan, turut ayah dan Ibunya, dan pernyataan.
Secara konvensional, seseorang dapat memperoleh kewarganegaraan di Indonesia apabila telah menetap di Indonesia selama 5 (lima) tahun. Akan tetapi Presiden bisa mengambil kebijakan melalui konsultasi dengan DPR berdasarkan Pasal 20 UU Kewarganegaraan, bila seseorang yang telah berjasa atau dibutuhkan karena kemampuannya, Presiden dapat memberi kewarganegaraan setelah berkonsultasi atau mendapat persetujuan dari DPR. Jalur yang ditempuh adalah jalur khusus, sebagaimana naturalisasi yang kerap dilakukan terhadap pemain sepakbola asing.
Menurut UU Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006, pada seseorang dapat terjadi tiga hal: memperoleh (Pasal 8–22), kehilangan (Pasal 23–30), dan memperoleh kembali (Pasal 31–35) kewarganegaraan Indonesia. Yang pasti, Indonesia tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride). Namun, kewarganegaraan ganda niscaya terwujud di Indonesia jika ada wacana yang digulirkan untuk melakukan revisi terhadap UU Kewarganegaraan di DPR. Pengalaman beberapa negara lain juga dapat dijadikan acuan. India misalnya, memakai prinsip dwikewarganegaraan sehingga saat ini terdapat begitu banyak orang-orang India di Amerika Serikat, bekerja di Google dan Microsoft, tetapi mereka tetaplah warga negara India sekaligus juga warga negara Amerika Serikat. Iktibar demikian cukup beralasan karena Indonesia memiliki sejumlah kaum profesional yang saat ini tersebar di mancanegara dan terikat dalam sebuah kanal bernama Diaspora Indonesia. Keahlian mereka seringkali tak disambut gegap gempita oleh Pemerintah Indonesia. Seringkali di antara mereka memilih akhirnya berpindah kewarganegaraan atau bahkan mengabdi di negeri seberang akibat minimnya respon dari negara mereka sendiri. .
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam Pasal 26 UUD NRI 1945 dan UU Nomor 12 Tahun 2006. Menurut UUD 1945 Pasal 26, warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
Undang-undang No. 12 Tahun 2006 tidak mengenal kewarganegaraan ganda karena menganut asas kewarganegaraan tunggal. Namun dalam UU No. 12 Tahun 2006 juga menganut asas kewarganegaraan ganda terbatas sebagai pengecualian. Hal ini ditujukan dalam rangka perlindungan terhadap anak bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini. Pengecualian ini diantaranya berlaku bagi anak-anak yang lahir dari orang tua dengan status kewarganegaraan berbeda dan salah satunya adalah WNI.
Setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya. Sehingga nantinya hanya ada satu kewarganegaraan yang dimiliki sebagaimana undang-undang yang mengatur kewarganegaraan.